Skip to main content

Posts

RAPBD itu bukan Lasa?

Awalnya, pada awal reformasi, pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh DPRD adalah proses  politis, tetapi tidak lagi saat ini.   Telah terjadi perubahan regim yang mengaturnya. Sejak reformasi tahun 1999 hingga lahirnya UU 32/2004, penetapan APBD adalah proses politis dimana tarik-ulur berbagai kepentingan dari anggota DPRD mempengaruhi proses pembahasan APBD. Wewenang DPRD yang kuat versi UU 22/1999, antara lain memilih dan memecat Kepala Daerah (KDH) dan memberi persetujuan bagi penetapan APBD dengan peraturan daerah (perda) berdampak pada menguatnya politik dan KKN di daerah. Banyak pejabat di daerah terlibat KKN karena harus mengikuti irama permainan DPRD. Umumnya, pejabat birokrat harus menyogok anggota DPRD untuk bisa menyetujui penetapan APBD dengan perda walaupun DPRD tidak memiliki hak anggaran. Regim telah berganti melalui UU 23/2014, dengan banyak perubahan.   DPRD kehilangan haknya memilih/memecat KDH ke rakyat. Pertanggungjawaban
Recent posts

Garam itu produk politis, bukan produk daerah panas: Catatan untuk cagub NTT

Menteri Luhut Ingin NTT Dijadikan Provinsi Garam, demikian judul tulisan di Tempo.co tanggal 31 Oktober 2017 lalu . Sumber informasi langsung dari Menko Maritim sendiri: " Menurut Luhut, untuk memutus ketergantungan impor, pemerintah telah menyiapkan lahan 30.000 hektare untuk produksi garam di Nusa Tenggara Timur (NTT) ". Tetapi nampaknya keinginan ini hanya wacana. Realisasi keinginan Luhut ini terbaca dari topik diskusi pertemuan trilateral pemda NTT dengan pihak Australia dan Timor Leste , di Labuan Bajo, kamis kemarin. Pemda menawarkan peluang investasi garam kepada kedua negara ini. Pusat hanya berkeinginan tanpa aksi yang jelas. Tambahan informasi dari twitter Ibu Susi , Menteri KKP, pagi ini semakin memperjelas wacana Luhut. Komentar ibu Susi pendek "Artikel menarik" terhadap tulisan pendek berjudul "Simsalabim! Kartel Garam Kembali Berjaya" yang dimuat padi ini di Tirto.co Tulisan ini menggarisbawahi pertemuan di kantor Menko Ekonomi, Darmin Nas

Debat Cagub NTT 5/4/2018: Rangkuman transkrip

Pemaparan Visi-misi Secara umum, dengan waktu 2 menit per pertanyaan, pasangan 2, 3 dan 4 cukup komprehensif dalam menjelaskan visi-misi tetapi pasangan terlalu 1 fokus pada data sehingga penyampaian visi-misi tidak tuntas.  Pasangan 4 menetapkan pariwisata sebagai sub-sektor unggulan, dan sektor lain dimana NTT punya keunggulan seperti perikanan, pertanian lahan kering dan peternakan menjadi pendukung. Pasangan 4 bisa mengawali visinya dengan mengidentifikasi permasalahan NTT dengan cukup baik. Pasangan 3 mengidentifikasi pembangunan fisik dan sumber daya manusia sebagai basis visinya dengan dukungan birokrasi yang kuat. 5 agenda utamanya: reformasi birokrasi, penguatan kelembagaan sosial, percepatan pembangunan ekonomi, percepatan pembangunan sarana/prasarana sosial dasar dan terakhir adalah penegakan hukum. Pasangan 2 cukup sukses mengidentifikasi perempuan sebagai warna utama dalam visinya diikuti dengan sembonyan duacita: NTT berdaya (pendidikan, kesehatan, pemberdaya

Solusi Praktis Kemiskinan NTT

“NTT menempati urutan ke-3 termiskin secara nasional. Tingkat kemiskinan di NTT masih sangat tinggi yaitu 21, 85%, atau sekitar 1.150.790 orang miskin,” kata Maritje  Pattiwaellapia , Kepala BPS NTT, Selasa (24/10/2017) . Siapa yang disebut miskin? Menurut standar UNDP yang kemudian diadopsi oleh BPS, penduduk miskin adalah: "penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan".  Lalu, Garis Kemiskinan (GK) didefinisikan sebagai nilai penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).  GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Sedangkan GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Maka, penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah GK dikategorikan sebagai penduduk miskin.  Dengan dasar GK, BPS mendapati 21,85% dari jumlah penduduk NTT sebagai penduduk