Awalnya, pada awal reformasi, pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) oleh DPRD adalah proses politis, tetapi tidak
lagi saat ini. Telah terjadi perubahan regim yang
mengaturnya. Sejak reformasi tahun 1999 hingga lahirnya UU 32/2004, penetapan APBD
adalah proses politis dimana tarik-ulur berbagai kepentingan dari anggota DPRD
mempengaruhi proses pembahasan APBD.
Wewenang DPRD
Regim telah berganti melalui UU 23/2014, dengan banyak perubahan. DPRD kehilangan haknya memilih/memecat KDH ke rakyat. Pertanggungjawaban KDH kepada DPRD berpindah ke pemerintah pusat, DPRD cukup diberi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKP). Perubahan dalam pembahasan APBD berupa:
1) Pengurangan kekuasaan DPR/D dalam pembahasan APBN/D
hingga unit ke-3 oleh MK; DPR/D tidak lagi diijinkan untuk membahas isu teknis.;
2) Ancaman sanksi bagi para pejabat/politisi daerah
yang terlambat menetapkan APBD;
3) Pembatasan dokumen yang dibahas hanyalah RAPBD,
KUA-PPAS dan RKPD; 4) Penegakan hukum oleh KPK yang semakin ketat terkait
pembahasan APBD.
Sebaliknya, pemerintah pusat memperkuat posisi (legitimasi)
KDH. 1) KDH dipilih secara langsung oleh rakyat, seperti halnya anggota DPRD
dipilih oleh rakyat; keduanya adalah wakil rakyat. 2) Pemerintah pusat memberi
peluang kepada KDH untuk menetapkan APBD dengan perkada bila tidak terjadi
kesepatakan diantara keduanya hingga batas waktu 31 Desember. Terjadinya
penguatan wewenang KDH vs. pelemahan DPRD ini terus berlangsung sejak UU
22/1999.
Pergantian regim dan berbagai perubahan ini ternyata
tidak sukses meniadakan legasi yang ada. Masih banyak daerah bergelut dengan
nostagia kongkalikong. Tarik-ulur kepentingan menyebabkan pembahasan APBD
seringkali molor penetapannya. Menteri Dalam Negeri (MDN) ikut merasakan
kesulitan KDH dalam “merayu” para
anggota DPRD sehingga MDN menyarankan agar KDH menetapkan APBD dengan perkada:
Salah satu kasus yang sangat menghebohkan adalah yang
melibatkan Gubernur Jambi dan DPRD pada tahun 2017. Kasus penyuapan anggota
DPRD oleh Gubernur Jambi dengan uang sebesar Rp. 16.5 M "tersebut diduga diberikan agar pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi tersebut menyetujuiRancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ProvinsiJambi Tahun Anggaran 2017 (RAPERDA APBD TA 2017) menjadi Peraturan Daerah APBDTA 2017" .
Comments
Post a Comment