Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2010

Plus minus kebijakan sosial: Justifikasi pada konteks lokal?

"Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara" (Pasal 34 UUD 1945). Inilah dasar konstitusional pijakan kebijakan sosial (ex. pendidikan, kesehatan dan perumahan) yang harus diambil oleh pemerintah daerah. Sejauhmana intervensi negara dalam artian memelihara seperti yang dimaksudkan oleh UUD 1945 agar suatu kebijakan itu menjadi efektif - mampu menjawab persoalan tanpa menimbulkan persoalan baru - sering dipolemikkan. Yang telah dipolemikkan termasuk kebijakan Jaminan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Kupang. Ada yang optimis, ada yang pesimis, bahkan ada yang sinis. Tak dapat dipungkiri bahwa selalu ada dasar untuk justifikasi argumen-argumen semacam ini. Komentar terakhir dan yang mendorong lahirnya artikel pendek ini datang dari Prof. Dr. Frans Umbu Data (Timex 06/02/07). Tokoh terdepan dunia pendidikan NTT ini memberi sedikit warning akan risiko yang bisa muncul seperti yang dialami Somalia melalui kebijakan serupa. Risiko yang diidentifikasi antar

Mengelola Perilaku Pemerintah Kabupaten/Kota

HARI Kamis, 9/01/2009, Harian Pos Kupang memberitakan alokasi anggaran pembangunan di Propinsi NTT yang besarnya mencapai Rp 12,2 triliun lebih (belum termasuk dana bagi hasil). Angka ini juga belum termasuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat mencapai Rp 600 miliar lebih. Dengan besarnya alokasi anggaran seperti ini, sejatinya berbagai program unggulan yang diluncurkan oleh pemerintah daerah (termasuk Gubernur Frans Lebu Raya dan Wakil Gubernur Eston Foenay) dapat menjawab persoalan pengangguran dan kemiskinan (baca: pendapatan yang rendah) di NTT. Namun melihat kinerja realisasi pemanfaatan anggaran oleh pemerintah daerah, Pos Kupang menulis bahwa sangat wajar bila masyarakat marah. Diberitakan bahwa ternyata rerata tingkat penyerapan APBD 2008 Kabupaten/Kota se-NTT, sebagai contoh, hingga Desember 2008 hanya mencapai 41,32% (Pos Kupang, 6 Desember 2008). Ternyata tidak hanya orang miskin yang dicap tidak dapat mempergunakan pendapatan yang diperoleh dengan tepat/benar, pemeri

Masalah Kemiskinan Kita

Akhir April 2007, Presiden meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di Palu, Sulawesi Tengah. Lokasi peluncuran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri amat strategis karena Palu berbatasan dengan Poso, salah satu daerah konflik di Indonesia yang menyebabkan banyak korban nyawa, harta, dan kemiskinan. Dampak konflik yang paling hakiki adalah kemiskinan relasional (relational poverty) yang tidak mudah dipulihkan dengan kebijakan berbasis anggaran (Myers 2003). Argumentasi Myers—yang dibangun dari konsep poverty trap (Chambers 1983), lack of social power (Friedman 1992), disempowerment (Christian 1994), dan lack of freedom to grow (Jayakaran 1996)—adalah bahwa poverty is a result of relationships that do not work, that are not just, that are not for life, that are not harmonious or enjoyable. Karena itu, kehadiran Presiden diharapkan dapat membawa efek bola salju yang akan memulihkan relasi berbagai stakeholders yang berselisih. Hal ini seiring dengan